Foto Ilustrasi: Google |
“Tingkat Kecantikan
Seorang Wanita Terukur Dari Seberapa Besar Anggaran Entertain Nya”. Cukup
menggelitik kalau kita maknai ungkapan yang disampaikan seorang rekan lewat
media sosial menanggapi komentar ketimpangan dandanan mbak mbak yang sebenarnya
masih satu keluarga itu. Si kakak terlihat lebih cantik daripada si adik.
Secara atribut tentu. Secara obyektif sih menurut pandangan saya cantik semua
kok. Wkwkwk
Pola masyarakat atau
kalau lebih tepatnya kita bahasakan sebagai gaya hidup atau lifestyle berkembang
searah dengan kemajuan zaman. Tua atau muda, laki laki atau perempuan, di desa
atau di kota cenderung melek akan fashion, mode, dan gaya hidup. Masing masing
pasti termotivasi untuk tampil menarik di muka umum. Pasti, dalam skala yang
kecil sekalipun. Itu sudah kodrat, jangan dipungkiri.
“Sekarang ini banyak
yang hedon bang”, ungkap adek adek buat alesan kalo susah cari kader. Haha..
hedonism. Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa orang akan
menjadi bahagia dengan mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan sedapat mungkin
menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan. Hedonisme merupakan ajaran atau
pandangan bahwa kesenangan atau kenikmatan merupakan tujuan hidup dan tindakan
manusia. Nah loh, kalian salah cari alesan kalo definisi hedon adalah yang
sedemikian. Tentu kita semua akan bertujuan hedon bukan?. Mana ada yang
tujuannya menderita bersusah susah. Kalau prosesnya bersusah susah ya okelah.
Coba silahkan cek
media sosial yang anda punya hari ini, pastikan anda menemukan kawan yang entah
anda kenal atau tidak, sedang memanjang foto selfi dengan dandanan ala artes.
Dari make over wajah, pakaian yang serba trendi, atau gaya yang unik. Kalau
anda menemukan, berarti benar dugaan saya.
Iya seperti itulah
kondisi saat ini. Berada pada zaman dimana dorongan bersaing dan ikut ikutan untuk
menjadi paling cantik, paling gaul, paling branded, paling kekinian kalau kata
anak jaman sekarang sudah bukan menjadi hal yang tabu. Temen punya hape bagus harga mahal, pengen, temen punya motor bagus, pengen, temen pake baju bagus, pengen.
Perkembangan teknologi
informasi menjadi penggerak perubahan sosial yang begitu cepat. Ada dampak yang
positif dan tentu juga negatif. Akan selalu begitu. Barangsiapa dengan bijak
menyikapinya tentu no problem. Jika kurang bijak, terima sendiri akibatnya.
Korelasi yang ingin
saya bangun adalah, gaya hidup ternyata berhubungan ereat dengan
kemampuan finansial seseorang. Pun selaras dengan hal tersebut terdapat
pengaruh kemampuan finasial terhadap gaya hidup. Dalam posisi ideal tentu
ketika kemampuan finansial meningkat, tingkat konsumsinya juga meningkat
termasuk perubahan gaya hidup.
Sebagian besar dari
kita tentu memiliki keinginan yang sama. Hanya saja terkadang kemampuan
finansial masing masing individu tentu berbeda. Yang memiliki kemampuan
finansial yang tinggi tentu bukan menjadi hal yang sulit bagi mereka untuk
mewujudkan hal tersebut. Lalu bagaimana bagi mereka yang bisa dibilang kalangan
bawah. Dua kemungkinan menurut saya, urungkan niat untuk nge-sok, atau cari
seribu cara untuk nge-sok. Kenapa saya bilang ngesok, ngesok kalo yang saya
tafsirkan sih gak mampu tapi menunjukkan hal yang diluar kemampuannya. Jangan
ngesok deh.. hhehe..
Urungkan niat untuk
ngesok tentu adalah pilihan realistis. Hiduplah apa adanya, semampunya. Tidak
usah memaksakan diri untuk dalam kondisi yang sebenarnya belum saatnya anda
pada posisi tersebut. Bekerjalah dengan giat, nabung telaten, banyak ibadah,
bersyukur biar ditambah nikmat, sodakoh biar cepet kaya. Amin.
Atau cara yang kedua
adalah dengan cara yang kedua yaitu cari seribu cara untuk ngesok. Kredit,
nipu, judi, ngemis, nyuri, nilep, korupsi, jual diri, jual warisan, jual ijasah
atau apa yang bisa dijual jualah. Bukan mengajari kejelekkkan, lalu cara apa
kalo bukan itu yang masuk akal. Coba perhatikan di sekeliling anda, bukankah
praktik praktik yang sedemikian cukup sering kita dengar dan kita temui. Jadi
yo gak salah to pendapat saya.
Yang saya khawatirkan
adalah ketika banyak orang yang lebih memilih pilihan kedua yang saya
ungkapkan. Tentu akan menimbulkan permasalahan baru yang cenderung negatif.
Menimbulkan permasalahan sosial yang ujungnya adalah perbuatan criminal. Kalau
sedikit saya informasikan, motif terjadinya kejahatan perampasan kendaraan
bermotor di provinsi lampung khususnya, yang sering disebut dengan pembegalan,
motifnya bukan lagi semata-mata motif ekonomi mencukupi kebutuhan primer untuk
membeli beras, sebagian besar mereka melakukan hal tersebut untuk pemenuhan
keinginan/gaya hidup. Narkoba, alkohol, barang mewah, gadget canggih, cenderung
menjadi motif mereka melakukan kejahatan dengan taruhan nyawa. Miris. Motif
ngesok menjadi taruhan untuk nyawa yang dikorbankan.
Tentu kita yang sudah
cukup dewasa untuk berfikir, bertindak, dan bertanggung jawab memiliki
kebijakan masing masing untuk mencapai pada suatu kondisi yang kita cita
citakan. Tidak untuk saya mencampuri urusan orang lain, hanya saja ini sebagai
bahan instropeksi bagi saya pribadi dan sekaligus kritik sosial saya untuk
kondisi yang terjadi di masyarakat kita. Semoga kita lebih bijak, berfikir logis dan realistis.
Semoga memberikan
kebermanfaatan
#bandarlampung
#kotabandarlampung #bandarlampungcreativecityforum #indonesia #gayahidup
#kritiksosial
Comments
Post a Comment